![]() |
Kasi Penkum Kejati Malut, Apris R. Lingua |
"Terkecuali kami dari
pihak kejati sudah melakukan langkah penyelidikan atau proses penuntutan,
namun, sampai ini proses belum sampai ke situ. Artinya putusan terhadap
terpidana yang sebelumnya sudah di hukum berdasarkan putusan Peninjauan Kembali
(PK-red) untuk di eksekusi," ungkap
Apris R. Ligua, saat dikonfirmasi diruang kerjanya, Senin (21/5/2018).
Setidaknya, saat itu, kata
Apris, Burhan Abdurahman tidak menjadi terdakwa atau tersangka. Namun,
lanjutnya, nama yang bersangkutan sering disebut-sebut dan dikait-kaitkan oleh para
tersangka lain yang sudah di hukum.
Sementara terkait nama-nama
yang tercantum dalam PK, menurut Apris, pihaknya sudah melakukan pengkajian dan
telah dikirim ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Kasus ini sudah lama
kami kaji dan hasilnya kita sudah kirim ke kejagung," ujar Ligua.
Apris menegaskan bahwa sewaktu-waktu,
kasus waterboom ini bisa dilakukan
penyidikan, akan tetapi saat ini yang bersangkutan sementara mencalonkan diri
sebagai Gubernur Malut. Namun, tambahnya, kita harus menghormati adanya Memorandum Of Understanding (MoU) antara Kejagung dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait kasus yang
melibatkan pasangan calon yang ikut dalam Pemilihan Kepada Daerah dan Wakil
Kepala Daerah (Pilkada) tahun ini.
"Untuk menaikkan dan
tidak menaikkan sebuah kasus itu, sementara
di pending dulu sampai tahapan
momentum pilkada selesai dalam rangka menjaga indepedensi penegak hukum dalam
proses pilkada," ujarnya.
"Kalau memproses, belum
tentu terbukti, nah ini juga akan menjadi alat para lawan politik untuk saling
menjatuhkan," katanya, menambahkan.
"Saat ini baru namanya
yang kita sebut belum menjadi suatu perkara. Perkara dalam artian kejaksaan
sudah melakukan penyelidikan dan itu belum sampai ke situ. Hingga kini kami
masih dalam proses pengkajian. Nama-nama yang
menyebutkan Burhan Abdurahman belum tentu jadi tersangka.
"Namanya satu perkara,
kan, walaupun disebut sebut seperti itu. Burhan belum tentu jadi tersangka
walaupun mereka sama-sama. Jika kasus ini naik maka harus melalui proses
dulu," ungkap Apris.
Berdasarkan amar putusan Kejagung
bernomor 147 PK/PID.SUS/2014, disebutkan: terdakwa satu, Isnain Ibrahim; dan
Terdakwa dua, Ade Mustafa bersama-sama Walikota Ternate H. Burhan Abdurahman
melakukan pembayaran ganti rugi lahan PT. Nelayan Bhakti dalam pengadaaan Tanah
untuk kepentingan penempatan mesin PLN
dengan cara membayar hutang PT. Nelayan Bhakti tanpa didukung dengan bukti-bukti kepemilikan
yang sah. Atau hak dari PT. Nelayan Bahkti atas tanah Hak Guna Banganun (HGB)
No. 1 Kayu Merah serta pengeluaran-pengeluaran lainnya sangat bertentangan
dengan pasal 61 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 Tentang
pengelolaan Keuangan Negara yang berbunyi ; “Setiap Pengeluaran harus didukung
oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak penagih”.
Perbuatan terdakwa satu, H. Isnain Ibrahim, dan terdakwa dua, Ade
Mustafa serta Burhan Abdurahman bersama PT. Nelayan Bhakti, Johny Hary
Soetantyo, telah memperkaya orang lain.
Pasalnya, di mana Johny Hary Soetantyo
selaku penanggungjawab PT. Nelayan Bhakti memiliki utang sedikitnya Rp.3.212.454.545,00,-,
yang pembayaran hutangnya diserahkan ke KPKNL Jakarta II melalui PT. BRI atas
penjualan barang jaminan sebesar Rp.3.045.454.545,00,-, ditambah nilai Pajak Penghasilan
(PPh) sebesar Rp.167.000.000,00,-, yang
sebenarnya merupakan kewajiban dari Drs. Johny Hary Soetantyo selaku
Penanggungjawab PT. Nelayan Bhakti. Anehnya, utang pemilik PT. Nelayan Bhakti
dilunasi Pemerintah Kota Ternate dibawah kepemimpinan Burhan Abdurahman.
Refrizal SH, M.Hum, turut menikmati
uang berkah waterboom gate. Refrizal
yang Notaris itu, menerima uang segar
senilai Rp.67.000.000,- hasil pembuatan akta pelepasan fiktif hak No. 39, tertanggal
26 Agustus 2011.
Tak hanya itu, sebanyak 30
warga masyarakat juga menerima biaya pengosongan lahan dengan total biaya ganti
rugi Rp.76.000.000,- sebagaimana terlampir dalam putusan PK Mahkamah Agung RI.
- Akibat dari terdakwa satu, H. Isnain Ibrahim, Terdakwa dua, Ade Mustafa, H. Burhan Abdurahman bersama-sama dengan Drs Johny Hary Soetantyo, telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp.3.355.945.545,00 atau setidak-setidaknya sekitar jumlah itu sebagaiman tertuang dalam LHP BPKP Perwakilan Maluku Utara dengan No. SR-968/PW33/2012 dengan rincian :
- Tanggal 24 Agustus 2011, transfer via BRI pembayaran tanah eks HGB No.1/Kayu Merah pada KPKNL Jakarta II sebagai pelunasan Pinjaman PT. Nelayan Bhakti sebesar Rp. 3.350.000.000
- Tanggal 24 Agustus 2011, pembayaran biaya akta pelepasan hak pada notaris Refrizal, SH. M.Hum sebesar Rp. 67.000.000
- Tanggal 25 Agustus 2011, Pembayaran pengosongan kepada 10 orang Penghuni lahan eks HGB No.1/Kayu Merah sebesar Rp. 25.000.000
- Tanggal 25 Agustus 201, Pembayaran PPh atas biaya pembebasan untuk lokasi mesin PLN sebesar Rp. 167.500.000
- Tanggal 25 Agustus 2011, Dikurangi PNB yang disetor KPKNL Jakarta II sebesar Rp. 303.545.455
- Tanggal 19 Desember 2011, pembayaran pengosongan kepada 20 orang penghuni lahan di lokasi PT. Nelayan Bhakti sebesar Rp. 51.000.000 yang dijumlah sebesar Rp. 3.355.954.545,-
Dalam tahun Anggaran
2011, terdakwa H. Isnain Ibrahim dan
terdakwa Ade Mustafa, melakukan pengelolaan anggaran yang diperuntukkan untuk
pengadaan ganti rugi tanah milik pemerintah
Kota Ternate yang bersumber dari APBD
Kota Ternate Tahun Anggaran 2011 sebesar 4. 202.500.000,00,-, yang
kemudian mengalami perubahan anggaran sebagaimana tertuang dalam DPPA tanggal
12 September 2011 dengan anggaran sebesar Rp. 7.202.500,000,00,-, atau terjadi
penambahan anggaran sebesar Rp. 3 Milyar. (YSM)