![]() |
illutrasi |
JAKARTA
–
Tim Kuasa Hukum AGK-YA menemukan sejumlah pelanggaran dan kecurangan salah satunya
pemilihan siluman dan pemilih ganda pada
Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur Provinsi Maluku Utara (Malut) yang berlangsung pada tanggal 27 Juni
Lalu.
Pasalnya, seluruh Tempat
Pengumutan Suara (TPS) yang tersebar di 8 Kecamatan terdapat pemilih ganda sebanyak
7.237. Bahkan, modus kecurangan demi memulus kepentingan untuk memenangi
Pemilukada, Di mana pasangan calon AHM-Rivai selalu pihak terkait diduga telah mengikutsertakan pemilih
siluman yang bukan warga penduduk Kabupatan Pulau Taliabu ikut mencoblos di
seluruh TPS sebagaimana temuan tim AGK-YA terdapat 2.708 pemilih bukan warga
Pulau Taliabu.
“ Hal itu dapat dibuktikan
dengan kartu Keluarganya yang digunakan pemilih siluman untuk melakukan
pencoblosan yang tersebar diseluruh TPS di Kabupaten Kepulauan Taliabu, karena kode
Kartu Keluarga yang digunakan pemilih siluman berasal dari daerah lain,” beber
Wakil Kama, selaku Ketua Tim Hukum AGK-YA di hadapan majelis hakim Mahkamah
Konstitusi, Kamis (27/7).
Modus kecurangan lainnya,
di mana Tim pasangan calon AHM-Rivai
telah melakukan pengancaman dan pemukulan terhadap saksi paslon AGK-YA dan
mengusir saksi-saksi mandat saat perhitungan suara di TPS.
“ Saksi-saksi Pemohon
diintimidasi, dipukul dan diusir dari TPS-TPS, sehingga saksi-saksi pemohon
tidak dapat menyaksikan proses pemungutan suara, dan Saksi pemohon juga tidak
memperoleh Formulir C1-KWK KPU setelah proses perhitungandi TPS, ” pungkasnya.
Lanjutnya, saksi mandat
AGK-YA, Rizal Soamole dipukuli di TPS 1 Desa Holbota, Kecamatan Taliabu Barat
yang dilakukan Rudin Soale oleh pihak terkait (AHM-Rivai). Tak hanya itu, kejadian pemukulan juga dilakukan TPS 1 Desa
Tabona terhadap saksi pemohon oleh pihak terkait bernama Erwin Lajoni oleh Kaur
Pemerintahan Desa Tabona yaitu Yahya Nader Wambes.
Akibatnya ancaman tersebut,
Kata Wakil Kama, saksi mandat AGK-YA tidak berani melaporkan kejadian itu ke
panwascam, karena ancaman penggusiran dikeluarkan dari kampong membuat mereka
ketakutan melaporkan kejadian tersebut.
“ Kejahatan demokrasi dan
persaingan tidak sehat seakan menjadi kebiasaan bagi paslon nomor urut 1.
Tentunya, cara-cara premanisme seperti ini bukan kali pertama terjadi. pada Pilkada Tahun
2013 lalu, aksi premanisme juga dipraktekan
itu telah termuat dalam putusan-putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya,”
tegasnya.
“ Praktek kecurangan terus dilakukan Ahmad Hidayat Mus dari Pemilu ke
Pemilu,” sambungnya.
Kecurangan maupun pelanggaran
yang terjadi terstruktur dan masif karena seluruh TPS di Kabupaten Kepulauan
Taliabu dan kabupaten Kepulauan Sula telah terjadi berbagai pelanggaran.
“ Pihak terkait namun KPU dan Bawaslu terkesan melakukan pembiaran
pihak terkait, di mana satu orang
pemilih mencoblos lebih dari satu kali, dan memanípulasi form C6 serta
membiarkan orang yang tidak berhak untuk mencoblos para pemilih yang sedang
diluar kota baik karena bekerja atau pun sedang melaksanakan pendidikan diluar
kota, serta orang yang telah meninggal namun namanya masih tercantum dalam DPT,”
tutupnya. (red)