![]() |
Foto: Anggota Komisi I DPR-RI TB Hasanudin (tengah) bersama narasumber dalam Diskusi ABe Talks: “Future of Indonesia; Peluang dan Tantangan Pengembangan Industri Pertahanan” |
JAKARTA
- Anggota Komisi I DPR-RI TB Hasanuddin
meyakini industri pertahanan Indonesia mampu dan sanggup mengawal serta menjaga
keutuhan bangsa. Selain itu, kita juga bisa menggerakkan sektor industri karena
aturan dan undang-undang saat ini sangat mendukung agar industri pertahanan
bisa berkembang. “Apakah kita bisa. Saya katakan bisa! karena karya anak bangsa
kita tidak kalah dengan yang lainnya. Sekarang pertanyaan serius atau tidak
kita mau membangun bersama,” ungkap pensiunan jenderal TNI yang juga politisi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP) itu saat menjadi narasumber Diskusi ABe Talks: “Future of
Indonesia; Peluang dan Tantangan Pengembangan Industri Pertahanan” di The Atjeh
Connection Sarinah, Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Bekas
Sekretaris Militer (Sekmil) di era Presiden Megawati itu menyebut, tidak ada
pilihan lain bagi Indonesia menjadi negara yang besar dan disegani oleh dunia,
selain dengan mengembangkan teknologi di bidang militer. “Industri pertahanan
kita saat ini sudah cukup mumpuni. Jika pun harus impor, tentu saja harus
mengikutsertakan partisipasi industri pertahanan yang ada di dalam negeri,”
ujarnya.
Mantan
Komandan Sektor Pasukan Perdamaian PBB di Irak tahun 1992 itu juga mengatakan,
Indonesia saat ini tidak perlu lagi membeli alat utama sistem persenjataan
(alutsista) dari luar negeri. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2012 dikatakannya
telah mengatur semuanya. “Kita boleh membeli dari luar kalau di dalam negeri
sudah tidak bisa lagi. Kalau membeli dari luar dia harus bekerja sama dengan
dalam negeri,” jelasnya. Pengadaan alutsista dijelaskannya harus dilakukan
secara efektif dan efisien serta berdasarkan ancaman yang telah dilakukan
pemetaan di semua sektor baik itu ancaman nyata maupun yang tidak nyata.
Diminta
tanggapan mengenai langkah Kabinet Inonesia Maju (KIM) dalam bidang
pertahanan, TB Hasanuddin mengungkapkan,
dalam bidang pertahanan Pemerintah Indonesia telah merumuskan langkah-langkag
Strategis.
“Tentu semua ancaman yang ada telah diprediksi dan telah ada rencana
strategisnya. Ancaman seperti apa yang akan dihadapi, penangkalannya seperti
apa. Kemudian bisa ditinjau, apakah ancaman yang telah diprediksi masih relevan
terkait pengadaan alutsista. Itu yang menjadi poinnya,” imbuhnya.
Lelaki
yang pernah menjadi Ajudan Presiden BJ. Habibie itu berharap agar industri
pertahanan Indonesia bisa dikembangkan dengan meningkatkan industrialisasi
terutama holding BUMN National Defence & High Technology Industry (NDHI).
Seperti
diketahui NDHI ini terdiri dari PT Dahana (Persero), PT Pindad (Persero), PT
Dirgantara Indonesia (Persero), PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero),
PT Len Industri (Persero) dan PT Industri Nuklir Indonesia (Persero).
TB.Hasanuddin
menambahkan, agar akselerasi industri pertahanan ini tercipta, dibutuhkan
kekompakan antara pemerintah dan sektor swasta. Sebagai Komisi yang membidangi
pertahanan pihaknya mengaku terbuka dengan dialog dan aspirasi untuk kemajuan
industri pertahanan.
“Tidak
hanya BUMN saja, pengembangan Industri pertahanan ini juga perlu didukung oleh
pengusaha atau pihak swasta agar terintegrasi serta mampu memenuhi kebutuhan
alutsista kita,” imbuh TB Hasanuddin. Selain TB. Hasanuddin hadir dalam acara
tersebut Anggota Komisi VII H. Rudi Mas’ud, Mantan Menteri Pembangunan Desa
Tertinggal Eko Putro Sandjojo dan Politisi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean.
(tim)