![]() |
Foto: Menko Luhut B. Pandjaitan |
“Sekarang posisinya
(ekspor biji nikel) sedang dirapatkan oleh Pak Bahlil (Kepala BKPM), tetapi
kira-kira jika semua sudah memenuhi ketentuan itu akan dilepas. Sebagian sudah selesai. Kira-kira begitu (sudah boleh
ekspor). Saya tidak tahu detailnya, Pak Bahlil nanti biar yang ngomong,” kata
Menko Luhut saat ditemui media di Kantor Maritim dan Investasi, Kamis
(07/11/2019).
Ketika ditanya
mengapa di bawah kewenangan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Menko Luhut
menegaskan bahwa “Kan dia wakil saya dalam investasi,” singkatnya.
Untuk masalah ini
Menko Luhut memaparkan, pihaknya juga bekerja sama dengan Komisi Pemberantas
Korupsi (KPK). Hal itu sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Presiden
Jokowi, dalam menertibkan proses investasi di Indonesia.
“KPK, sesuai perintah
Presiden, kita ajak untuk menertibkan semua proses-proses investasi di
Indonesia yang jumlahnya, seperti ditulis oleh The Jakarta Post kira-kira 80 M
lebih angkanya. Jadi banyak sekarang investasi yang sudah siap, tetapi
terhambat berbagai masalah, kadang - kadang terhambat sampai 3-4 tahun.
Presiden memerintahkan saya agar segera
dituntaskan, dan saya berharap itu bisa segera diselesaikan,” jelasnya.
Selain itu, lanjut
Menko Luhut, perlu juga Peraturan Menteri (Permen) dari Kementerian ESDM, perlu
dilakukan revisi supaya tidak bertentangan dengan undang-undang. Adapun revisi
terkait apa yang boleh dan tidak boleh dalam ekspor.
“Saya sudah lapor
Presiden tadi ada sekitar 3-4 pemain
nikel yang sudah punya turunan sampai bawah, tadi kita rapat buat evaluasi
supaya bisa terintegrasi antara satu bahan misalnya nikel dengan copper
concentrate, sehingga punya nilai tambah yang makin banyak buat negeri kita. Karena
misalnya gini, Freeport itu kita temukan turunannya itu, turunan daripada
copper concentrate itu bisa 10-15 kali nilai tambah. Tadi saya lapor Presiden
untuk membuat industri terpadu untuk itu,” ujarnya.
“Nah itu sekarang
sudah jalan, jadi tinggal kita lihat smelter dari Freeport itu tidak hanya di
Gresik, tapi mungkin nanti di Morowali atau Weda Bay, sehingga Freeport nanti
aman. NTB itu jadi ngirim dia punya
produksi sampai 500 ribu ton masuk ke sana. Sehingga dari smelting nanti produk
turunannya bisa dikerja samakan. Di samping itu kita juga kita mendapatkan
mother machine, itu ibunya mesin, yang membuat alat-alat mesin. Indonesia belum punya, kita tidak perlu
mengimpor lagi mesin, karena kita bisa buat mesin mungkin sampai pada mesin
mobil, perkakas, dsb,” pungkasnya. (tim)