![]() |
Suasana paripurna di Kantor DPRD Kota Tidore Kepulauan (foto/Dar) |
TIDORE-
Sikap
empat (4) Fraksi DPRD Kota Tidore Kepulauan (Tikep) yakni Fraksi PAN, Fraksi
PKB, Fraksi Demokrat dan Fraksi NasDem yang bersikukuh menolak Laporan
Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPP) Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
Tahun 2019 dinilai tidak berdasar.
Karenanya, aksi penolakan LPP
APBD tidak diatur dalam Tata Tertib (Tatib) DPRD Kota Tidore Kepulauan. Hal itu
diungkapkan Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Tikep Hj. Kartini Elake. Kendati
begitu, justru Kartini menyesalkan sikap empat fraksi khususnya Ketua DPRD Kota
Tikep Ahmad Ishak yang membuka ruang untuk melakukan voting akibatnya muncullah
penolakan LPP APBD Tahun 2019.
“ Penolakan empat fraksi sampai
inikan tidak ada keputusan yang dilahirkan secara kelembagaan (DPRD-red), sehingga keputusan tersebut
dianggap tidak ada persetujuan bersama,” tutur Kartini Elake kepada wartawan
media ini, Rabu (05/08/2020).
Kartini menambahkan dalam
Undang-Undang 23 Tahun 2014 maupun Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018 itu tidak ada yang namanya penolakan LPP
APBD melainkan sebatas persetujuan bersama
dengan catatan. Tak hanya itu, dalam tata tertib DPRD juga tidak ada point yang
menjelaskan soal penolakan LPP APBD. Lantas DPRD menolak dengan menggunakan
dasar hukum yang mana.
“ Jadi saya anggap ini menjadi kekeliruan bersama
sehingga kedepan kita perlu belajar lagi,” cecar Elake.
Menurut Kartini LPP APBD
ini berbeda dengan Perda Pelaksanaan APBD.
Yang mana DPRD dapat melakukan evaluasi, apabila terjadi hal-hal yang
dianggap menyimpang. Akan tetapi untuk LPP APBD, maka DPRD sudah tidak punya
kewenangan untuk mengevaluasi melainkan tinggal dicocokan antara penetapan APBD
dan realisasi APBD beserta sejumlah poin lainnya sebagaimana yang termuat dalam
Pasal 320 Ayat 2 Undang-Undang 23 Tahun 2014.
“ Bagaimana mungkin mereka
bisa menolak sementara anggarannya sudah dipakai secara bersama. Selain dari
itu, LPP APBD ini juga sudah diaudit oleh lembaga independen yang dipercayakan
oleh Negara seperti BPK. Justru DPRD melalui Fraksi Nasdem telah mengakui itu,
jadi tidak mungkin dalam satu mata anggaran kemudian dicairkan, tetapi tidak
ada dalam APBD,” pungkasnya.
Justru kata Kartini Elake, anehnya
DPRD merasa janggal dengan penggunaan anggaran 2019. Maka kenapa tidak
dilakukan pemanggilan terhadap instansi terkait untuk dimintai penjelasan
kemudian diselesaikan sebagai wujud dari pengawasan pada tahun tersebut. Malah
setelah semua sudah selesai diaudit dan sama-sama mengakui hasil audit itu baru
kemudian dipersoalakan, terangnya.
Kendati demikian, Sekda berharap
untuk kedepannya DPRD dan Pemerintah Daerah dapat mensinergikan satu
kesepahaman bersama untuk membangun Kota Tidore Kepulauan. Pasalnya Pemda bukan
musuh DPRD melainkan mitra strategis, karena posisi Pemda dan DPRD itu sejajar.
"DPRD bukan musuh
Pemda. Begitupun sebaliknya, maka harapan saya kedepan kita dapat membangun
mitra strategis untuk memajukan daerah, kasihan masyarakat yang kena imbas
akibat polemik yang dibangun,” kata Elake. (Aidar)