Foto: Istimewa |
SOFIFI- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara (Malut) mendapat penghargaan pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Tahun Anggaran 2021 dari Kantor Perbendaharaan Negara (KPN) Ternate.
Penghargaan di terima
Pemprov Malut sebagai pengelolaan DAK Fisik terbaik 2021 meliputi realisasi
kontrak senilai Rp. 343 miliar (343.604.546.759), realisasi penyaluran senilai
Rp.343 miliar (343.408.046.715). Sementara
realisasi DAK berdasarkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) senilai Rp323
miliar (323.017.488.217).
"Allahmdulilah, tahun
2021 meraih penghargaan peringkat satu
sebagai Pemda dengan nilai kinerja DAK Fisik terbaik tahun anggaran 2021 dari
KPN Ternate,” tutur Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD)
Provinsi Maluku Utara, Ahmad Purbaya kepada media ini, Senin (21/03/2022).
Dia menjelaskan, ada dua
sumber kebijakan DAK Fisik Tahun 2021, yakni DAK Fisik reguler dan penugasan.
Untuk DAK fisik reguler difokuskan pada pencapaian standar pelayanan minimal
dan pemenuhan kesenjangan layanan dasar pendidikan, kesehatan dan konektivitas.
Sementara DAK Fisik Penugasan
bersifat lintas sektor berdasarkan tema atau program yang mendukung pencapaian
sasaran major project dan prioritas
tertentu seperti, tema penurunan kematian ibu dan stunting, penanggulangan
kemiskinan, ketahanan pangan dan infrastruktur ekonomi berkelanjutan.
“ olehnya itu kita akan
terus berupaya memanfaatkan anggaran DAK, sehingga program-program pelayanan
dasar bisa teratasi dengan baik,” kata Ahmad Purbaya.
Dari realisasi penyaluran
sebesar Rp 343 miliar, kemudian realisasi SP2D Rp 323 miliar, karena di tahun
2021 ada kebijakan realokasi anggaran akibat pandemi Covid-19, tambahnya.
Mantan Kepala
Inspektorat Maluku Utara ini juga mengaku, ada tantangan dalam
pengelolaan DAK fisik, olehnya itu, adanya pelibatan Aparat Pengawas Internal
Pemerintah (APIP) untuk memastikan good governance dan keakuratan dalam laporan
penyerapan dana capaian ouput. Penyesuaian kodefikasi DAK fisik pada SIPD,
karena perlu penyesuaian nomenklatur dan perubahan APBD.
"Ada juga
keterlambatan proses di BPJB diantaranya, menunggu penetapan DPA atau revisi
DPA, keterlambatan penujukan pejabat pengadaan dan jenis barang yang akan
dibeli tidak muncul atau terlambat muncul dalam e-katalog. Selain itu,
keterlambatan pelaksanaan akibat pembatasan kegiatan karena pandemi Covid-19,”
tutupnya. (tim/red)