Pengaruh Kualitas Baca Bagi Kemajuan Bangsa

Editor: Admin
Foto istimewa 

Oleh : 

Suratman Dano Mas’ud, Penggiat Rumah Baca Kreatif Pemuda Desa Yayasan, Kab.Pulau Morotai

“Pendidikan adalah senjata terampuh yang ditakuti untuk melawan Pemerintahan Tirani.” @mances09

Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 telah menegaskan bahwa tugas negara salah satunya adalah ‘untuk mencerdaskan kehidupan bangsa’. Setiap warga Negara memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan untuk kemajuan peradaban bangsa serta kesejahteraan umat manusia.

Perkembangan Perpustakaan sudah cukup meningkat terutama perpustakaan umum, baik yang didirikan oleh pemerintah daerah maupun masyarakat. Dari seluruh Kabupaten Kota di Indonesia, hampir 90 % (Sembilan puluh persen) Kabupaten/Kota telah membentuk Perpustakaan Umum. Masyarakat telah mulai mendirikan kafe perpustakaan, taman baca, perpustakaan keluarga untuk umum dan sebagainya.

Pemerintah, melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan, dalam Pasal 77 L ditegaskan bahwa ‘Pendidikan nonformal perlu mengembangkan kecakapan hidup, yang mencakup keterampilan fungsional, sikap dan kepribadian professional, dan jiwa wirausaha mandiri, serta kompetensi dalam bidang tertentu’.

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia telah mencanagkan Refitalisasi Gerakan Literasi guna meningkatkan kecerdasan masyarakat. Selain itu, tidak terbatas hanya pada peningkatan kecerdasan, namun juga bagi perpustakaan atau rumah baca dan sejenisnya, harus mampu berinovasi sehingga perpustakaan atau rumah baca tidak hanya sebatas tempat baca namun juga sebagai pengembangan nilai seni, budaya, moral, agama, memperoleh informasi sekaligus sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan membuka ruang bekerjasama dengan masyarakat sekitar dalam menyediakan usaha minum dan makan.

Perpustakaan maupun Rumah Baca sebagai usaha pendidikan diluar bangku sekolah dan keluarga (Pendidikan nonformal), menduduki posisi strategis dalam pengembangan pendidikan guna mencerdaskan kehidupan masyarakat serta kemajuan peradaban bangsa. Meskipun tidak bisa dipungkiri, dari hasil data yang dikeluarkan oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menyebutkan indeks tingkat membaca orang Indonesia hanya 0,001. Artinya, hanya ada satu orang yang suka membaca dari 1.000 penduduk. Jika kini ada 260 juta penduduk Indonesia, hanya 260 ribu orang yang punya minat baca. (Tempo; 23 September 2018).

Pemerintah Indonesia menetapkan 14 September sebagai Hari Kunjungan Perpustakaan. Tanggal itu ditetapkan pada 1995 untuk mendorong masyarakat meningkatkan minat baca, terutama di perpustakaan umum. Pemerintah daerah kemudian membangun pusat-pusat baca, tapi tak cukup mendongkrak minat orang untuk datang kesana. Dalam survey The World’s Most Literate Nations, Indonesia hanya setingkat di atas Botswana atau nomor dua terakhir dalam urusan minat baca. Buta huruf memang tinggal 5 % (lima persen), media sosial Indonesia memang paling riuh sedunia, tapi minat baca untuk menambah pengetahuan masih rendah.

Jumlah perpustakaan Indonesia untuk jenis Perpustakaan Sekolah sebanyak 83.904, Perguruan Tinggi 1.535, Umum 4.450, Khusus 1.663 dengan jumlah buku yang diterbitkan sebanyak 30.000 judul pertahun (2017). Sementara waktu yang dihabiskan dalam membaca di Indonesia, 2 - 4 jam, untuk standar UNESCO 4 – 6 jam dan bagi Negara maju 6 – 8 jam.

Negara yang menduduki peringkat pertama minat baca adalah Finlandia. Negara Finlandia hanya menerbitkan 13.000 judul pertahun pada 2006, tapi minat baca disana sangat tinggi karena buku impor murah dan mudah masuk sehingga buku menjadi variatif. Produsen buku terbanyak adalah Cina dengan 440.000 judul pertahun(2013). Untuk lokasi penyebaran perpustakaan atau rumah baca di Indonesia, Jawah Tengah sebanyak 16.293, Jawa Barat sebanyak 14.209, Jawa Timur sebanyak 11.443, Kalimantan Utara sebanyak 77, Maluku Utara sebanyak 204, dan Papua 314 (Tempo; 23 September 2018).

Data di atas, setelah disimpulkan bahwa untuk selangkah lebih maju menyayingi Negara-negara maju, selain dari pembinahan sistem pemerintahan, keadilan, ekonomi dan pendidikan (dalam hal ini perpustakaan atau rumah baca), perlu ditingkatkan pelayanan kebutuhan masyarakat. Disamping itu juga, tantangan terbesar bagai keberadaan perpustakaan atau rumah baca adalah bagaimana kita semua melakukan proses penyadaran kepada masyarakat sehingga peningkatan minat baca ditengah-tengah masyarakat bisa terwujud. Di lain sisi, pelayanan perpustakaan juga perlu peningkatan dari segi ketersediaan media informasi yang memadai. Sebab, orang tidak datang ke perpustakaan atau rumah baca hanya sekedar, membaca namun juga mencari informasi lainnya. Inilah kemudian menjadikan program strategis sejak 2018 oleh Perpustakaan Nasional sebagai program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial. Semoga program stategi ini lebih meningkatkan minat baca dan kunjungan ke perpustakaan atau rumah baca.


Share:
Komentar

Berita Terkini