Tiga Pimpinan DPRD Kota Tikep Tolak Kenaikan Tarif Angkutan dan BBM

Editor: Admin

 

Kantor DPRD tikep
TIDORE- Kenaikan tarif angkutan darat dan speedboad Rum-Bastiong dalam satu bulan terakhir ini yang terjadi di Kota Tidore Kepulauan membuat ketiga pucuk Pimpinan DPRD Kota Tidore Kepulauan angkat bicara.

Mereka dengan kompak menolak kenaikan tarif, dengan alasan BBM jenis pertalite, tidak mengalami kenaikan, sehingga sangat tidak tepat jika instansi beserta pihak terkait melakukan kesepakatan untuk menaikkan tarif angkutan umum. 


"Seharusnya angkutan darat di Tidore tidak perlu dinaikan, karena BBM jenis pertalite tidak naik, Bahkan BBM Jenis pertalite juga disubsidi oleh Pemerintah Pusat," ungkap Ketua DPRD Kota Tidore, Ahmad Ishak saat di temui di gedung DPRD Tidore, Rabu (11/5/2022).

Kendati demikian, Ahmad meminta agar Dinas Perindagkop harus melakukan pengawasan yang intensif terhadap penjualan BBM di SPBU. Pasalnya, polemik terkait dengan kenaikan tarif ini disebakan pelayanan SPBU yang tidak terlalu maksimal. 

“ Seperti penjualan BBM di SPBU harusnya dibuka setiap hari agar tidak lagi terjadi kelangkaan dan antrian yang berkepanjangan bagi kendaraan angkutan umum,”tukas Ahmad. 

Senada disampaikan Ratna Namsa, Wakil Ketua II DPRD Kota Tikep. Justru ia mengatakan bahwa kenaikan tarif baik angkutan darat maupun laut telah berefek domino terhadap masyarakat banyak. Pasalnya, dengan adanya kenaikan tarif  tersebut menjadi salah satu penyumbang inflasi terbesar di dearah, karena ikut berpengaruh terhadap kenaikan harga barang.

"Cilakanya, orang ang berstatus masyarakat menengah ke bawah yang hanya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, mereka akan mengalami kerugian dua kali, karena sudah rugi di kenaikan tarif, rugi juga di kenaikan harga barang," tutur Ratna. 

Untuk itu Ratna menegaskan, terkait masalah tarif ini tidak perlu dinaikan, karena BBM yang dinaikan itu hanya sebatas Pertamax, untuk Pertalite, Solar dan minyak tanah tidak mengalami kenaikan harga. 

"Soal stok BBM ini kami sudah pernah mengkonfirmasi ke Kementrian ESDM, dan mereka bilang stok kita di Tidore sudah sangat cukup bahkan lebih, hanya saja pengaturan penjualan BBM di SPBU itu yang perlu diawasi oleh instansi terkait," jelasnya.  

Ratna juga mengaku, sesungguhnya tidak masalah, hanya saja soal aktifitasnya yang perlu dimaksimalkan, misalnya agen SPBU, tentu memiliki karyawan yang bisa diatur waktu penjualannya dari pagi sampai siang, dan dilanjutkan dari siang sampai sore. Sehingga dengan begitu, SPBU dapat dibuka setiap hari untuk melayani semua kendaraan di Tidore. 

"Kita sudah  tidak lagi diberi izin untuk menambah pendirian SPBU, karena mereka sudah menghitung jumlah kendaraan dengan stok yang tersedia," tuturnya. 


Politisi PAN ini juga menyentil terkait dengan kenaikan tarif speedboat dan motor kayu tujuan Rum –Bastiong. Menurutnya dua transportasi laut ini, tidak harus dinaikan dengan dasar kesepakatan, karena itu menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Untuk itu, kebijakan kenaikan tarif tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat. 

"Jika kita bandingkan transportasi laut rute Sofifi - Ternate, maupun Tidore - Loleo atau Tidore - Sofifi, itukan tarifnya tidak ada yang dinaikan. Lantas kenapa Rum-Bastiong harus dinaikan,”cecarnya.

Ketika disentil mengenai pemilik depot yang dinyatakan illegal, Ratna mengusulkan agar Disperindagkop dapat menyesuaikan dengan regulasi yang ada, sehingga mereka dapat menyesuaikan dengan syarat dan ketentuan yang termuat dalam aturan.

Hal yang sama juga dikatakan Mochtar Djumati, Wakil Ketua I DPRD Kota Tikep ini. Ia berharap Pemkot Tikep melalui Disperindagkop dapat mengusulkan Perda terkait dengan penjualan BBM ditingkat pengecer. Dengan begitu, pemerintah dapat menertibkan model penjualannya mulai dari kemasannya, jarak tempat penjualan BBM dengan rumah atau perkampungan sampai pada tingkat ukuran per liter, sehingga tidak merugikan konsumen. 

Selain itu, Disperindagkop juga tidak lagi dipermasalahkan saat mengelurkan izin untuk pengecer yang berkeinginan menjual BBM di Tidore, karena mereka sudah tidak lagi dinyatakan illegal, sebab sudah ada payung hukum yang dibuat untuk mereka. 

"Jika perda itu tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, maka pemerintah harus mengajukan Perda terkait dengan penertiban dan penjualan BBM, diluar SPBU, Pertashop dan Pertamini," ungkap Mochtar. 

Dengan demikian pemerintah juga dengan mudah mengintervensi pemilik depot untuk menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET). "Kalau soal Pertashop dan Pertamini aturannya sudah melekat di Pertamina, hanya saja bagi siapa yang mau berinvestasi, itu biayanya cukup besar, kurang lebih 500 juta," tuturnya. 

Sekedar diketahui untuk menyikapi persoalan kenaikan tarif, pelayanan SPBU sampai pada tingkat penjual eceran, rencanaya pada Kamis, (12/5/22) DPRD akan kembali menggelar rapat bersama dengan Tim Cyber Pungli, Disperindagkop dan Dinas Perhubungan Kota Tikep, pada pukul 09.00 WIT.(dar/red)

Share:
Komentar

Berita Terkini