![]() |
Istimewa |
Oleh
Om Pala Melanesia
DR. Mukhtar A. Adam, SE., M.Si
Akademis Universitas Khairun Ternate
Honorer Bukan Pilihan
Honorer atau PTT, menempati status pegawai yg tidak memiliki kepastian masa depan, baik dari aspek karir maupun pengembangan kompetensi aparatur, ketidak jelasan fungsi profesionalisme pekerjaan makin menjebak SDM daerah, dalam memenuhi lapangan kerja yang tersedia.
Cara kerja instan para kepala daerah dengan menggunakan instrumen fiskal untuk mematikan kreatifitas generasi muda melalui honorer, baik dari sisi penempatan, profesionalisme dan pengembangan karir.
Honorer bukan pilihan pekerjaan yang diimpikan generasi muda, anak-anak muda melenial saat ini memiliki ekspektasi perubahan dari tantangan masa depan yang membutuhkan ruang bagi kreatifitas dan inovasi memproduksi barang dan jasa bagi pemenuhan pasar.
Maluku Utara bahkan Indonesia membutuhkan banyak anak-anak muda yang mengisi kekosongan peluang investasi, peluang kreativitas, peluang kolaborasi mengerakkan pasar yang sangat dinamis, kita tak mesti menawarkan pilihan pekerjaan honorer sebagai solusi mengatasi pengangguran, tidak bisa mengunakan honorer sebagai alat perjuangan yang memberi kesan membela anak muda pengangguran, ini pilihan kebijakan yang bukan hanya keliru tetapi menjebak anak-anak muda kreatifitas masuk dalam konkongan kebijakan instan yang mematikan kreatifitas enterpreneur.
Membentuk Kelompok Interpreneur
Jika dilihat sepintas dari statemen Bupati Halsel, memberi kesan membela honorer, pakai istilah pasang badan, ini keliru, diberbagai belahan dunia manapun, tak dibutuhkan banyak penyelenggara pemerintah, yang dibutuhkan bagi pasar dan perekonomian adalah kelompok enterpreneur yang mengisi kekosongan atas permintaan pasar, pada negara-negara maju dan daerah yang maju sangat di tentukan berapa banyak pelaku enterpreneur yang mengerakkan kegiatan ekonomi suatu daerah, bukan honorer yang menjadi tulang punggung gerak Ekonomi, apalagi di pandang sebagai solusi, malah menjadi jebakan bagi generasi melenial yang akan mengisi 1 abad Indonesia.
Jika ada honorer yang masih mau bekerja di sektor pemerintah, dibuatkan pelatihan untuk turun ke pulau-pulau kecil berpenghuni, sebagai pengelola usaha desa melalui BUMDes, dengan demikian honorer tanpa di hapus tapi di ciptakan solusi pekerjaan, dengan harapan dimasa depan para honorer menjadi pencipta lapangan kerja.
Pimpinan Solutif
Bupati Halsel mestinya mimikirkan solusi, mengurangi honorer, memutuskan hubungan kerja para honorer dengan Pemda lalu menciptakan solusi pekerjaan lain yang jauh lebih produktif, yang berkolaborasi dengan BLK KEMENAKER untuk pelatihan kompetensi dan usaha, kerjasama dengan perbankan untuk penyediaan modal usaha melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), bekerjasama dengan Tol Laut untuk distribusi barang dan jasa ke pusat-pusat pemasaran, bekerjasama dengan kementerian Infokom untuk digitalisasi pemasaran produk dan pengembangan usaha.
Pemerintah itu pencipta solusi bagi masa depan, sudahi cara-cara instan dengan mengandalkan APBD, mulailah berinovasi, untuk menjadi pemimpin penuh solusi, Bukan dengan cara membela habis habisan, pakai tahan badan dan segala resiko adalah cara-cara yang tidak elegan, malah menjadi beban bagi daerah di masa depan. (Tim)