![]() |
Mukhtar A. Adam Akademisi Unkhair Ternate |
Dimana ada Miskin inovasi, miskin pula rakyatnya dari gagal bangun di tengah gemerlap investasi yang menglobal, dari cina datang ke Weda, kenapa tidak belajar dari cina untuk membelah Weda menjadi rakyat yang menglobal. "Om pala Melanesia"
Kepada media ini, Minggu (26/06/22) Mukhtar Adam minta anggota DPRD Halteng Munandi Kilkoda untuk banyak belajar agar tidak keliru baca data. Dimana ada Miskin inovasi, miskin pula rakyatnya dari gagal bangun di tengah gemerlap investasi yang menglobal, dari cina datang ke Weda, kenapa tidak belajar dari cina untuk membelah Weda menjadi rakyat yang menglobal.
"Ketua fraksi Nasdem yang juga juru bicara bupati Halmahera tengah perlu belajar membaca data sebuah berita dan isu di dalam sebuah redaksi sehingga bisa memaknai lebih dalam, kalau membacanya saja keliru, interpretasi dan menjawab menjadi keliru juga," minta Mukhtar.
Tidak hanya itu Mukhtar juga ajak Munandi untuk belajar dan membaca data.
"Nanti jubir bisa buka google lagi, baca dan lihat kenapa indeks pembangunan yang di ajukan oleh mabrun seorang mantan menteri keuangan Pakistan yang juga menjabat direktur UNDP mengajukan resolusi pola dan metode pengukuran, ia mengajukan hipotesis sekedar pertumbuhan ekonomi yang di pandang dalam pengukuran pencapaian sebuah pembangunan karena itu Mabrun mengajukan dengan human development Indeks yang pertama di pelopori UNPD lewat Word Bank," terang Akademisi Unkhair Ternate itu.
Lanjut Mukhtar minta Anggota DPRD Halteng itu untuk belajar metodologinya agar bertambah pengetahuannya.
"Kalau sudah membaca di google baca juga di metodologinya ada perbandingan antara apa yang dilakukan UNDP dan apa yang di lakukan oleh BPS, setelah itu jangan sampai di situ saja, kalau sudah lihat indikatornya lihat juga metodologinya, itu sekedar tambahan pengetahuan kepada jubir dan cara bagaimana kita membaca sebuah naskah yang di sampaikan, coba lihat ke dalam yang di sebut itu indeks komposit dari komponen komponen Indeks yang di formulasikan, kalau mau lihat rumusannya ada di bab metodologi," pinta Om Pala Sapaan akrab Mukhtar Adam.
Direktur Utama Sidegon itu menjelaskan kenapa pendidikan dan angkatan kerja menjadi subtansi kritik.
"Kenapa perlu dulu memotret angkatan kerja, isu utamanya adalah angkatan kerja, coba membuka data lebih dalam lagi, mengkaji lebih dalam lagi terkuat dengan angka-angka partisipasi sekolah yang bergerak dari SD ke SMP, maupun dari SMP ke SMA, itu angkanya menyebar, bukankan kewenangan kabupaten kota dalam pengelolaan manusia basisnya pada sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, itu menjadi urusan diskresi pemerintah kabupaten kota dalam mengurus manusia Halmahera tengah, pada bidang pendidikan SD dan SMP," sebut Om Pala.
Ia bilang potret itu di maksudkan untuk melihat seberapa besar korelasi kebijakan pembangunan manusia dan capaian angka putus sekolah oleh karena suplai pada data tenaga kerja rata-rata angkatan kerja Halmahera tengah berpendidikan SD dan SMP.
"nah itu punya fenomena terkait dengan serapan angkatan kerja, hipotesa lanjutannya kenapa Halmahera Tengah mengalami angka kemiskinan kedua di Provinsi Maluku Utara setelah Haltim, dengan prosentase tinggi. Secara kasat mata bisa di nyatakan bahwa bupati Halteng dan wakil Bupati bersama DPRD dalam rumuskan kebijakan justru melahirkan angka kemiskinan di tengah laju pertumbuhan ekonomi Halteng yang tertinggi di dunia. Di tengah covid-19 sekalipun Halteng mengalami groun yang cukup tinggi, problem kemudian di laju pertumbuhan ekonomi tinggi itu bahkan merubah struktur ekonomi fundamental dari pertanian ke industri dan tambang tidak memberikan multi player efek kepada masyarakat," terangkan Mukhtar.
Ia juga minta tolong pada Munadi untuk sampaikan ke bupati Halteng bahwa stabilitas ekonomi dan goncangan inflasi cukup kuat di masyarakat Halteng.
"Jubir tolong sampaikan pada bupati Halteng bahwa ada anomali yang luar biasa melebar di fenomena itu, Rahmat atas nikel tidak membuat masyarakat Halteng menjadi pemain utama di dalam perekonomian bahkan menjadi tekanan di akibatkan dampak inflasi olehnya karena migrasi angkatan kerja luar biasa tinggi, laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tapi di stabilitas ekonomi dan fundamental ekonomi itu menjadi goncangan kepada rakyat Halteng," pintanya lagi.
Atau kodisi ini ia mengatakan sebagai anggota DPRD jangan menanggapi dengan emosional.
"Kondisi ini tidak perlu di tanggapi dalam emosional perlu di lakukan perenungan ada kebijakan yang menyimpang ada kebijakan yang keliru, jika hipotesa ini di tumbuhkan bisa di baca ke dalam rumusan APBD sejak bupati Edi dan IMO memimpin Halteng, nah struktur APBD tidak sehat tidak pro pada warga miskin tidak pro pada angkatan kerja, tidak pro pada Human Development Indeks, di situ problemnya di situ isu utamanya, karena itu jubir jangan membaca google membaca juga dinamika, jangan membaca pengertian tapi membaca substantif sehingga rumusannya lebih mendalam ketika merumuskan policy," ajak Mukhtar.
Ia juga menjawab jika di tanyakan kenapa ia membandingkan pemerintahan masa lalu dengan pemerintah hari ini, karena pemerintahan Edi Langkara dan Abd Rahim Odeyani akan mengakhiri masa jabatan di 2022. Sebagai juru bicara anggota DPRD memiliki kewajiban untuk membandingkan tren pertumbuhan, tren perkembangan pada periode sebelumnya dan 5 tahun yang di evaluasi sehingga menjadi data pembanding bagaimana percepatan perubahan berbagai fenomena dan kebijakan yang di rumuskan oleh pemerintahan yang sedang di evaluasi.
"Jadi begitu jubir harus belajar membaca sebuah fenomena. Tetapi saya merasa ini baik untuk di diskusikan tapi tidak perlu di tanggapi secara emosional, jangan kaget kagetan, jangan seperti orang "tunmburafo" mari berdiskusi secara sehat rumuskan dimana saja atas nama fraksi Nasdem atau atas nama juru bicara Bupati Halteng," kilahnya.
Bahkan Mukhtar bilang ia punya data untuk menjawab problem Halteng. "saya ingin berdiskusi dengan Pemda Halteng, karena saya punya kecukupan data untuk menjawab fenomena di Halteng, di mata saya ada problem ada anomali luar biasa, sebuah rahmatan investasi yang di skemakan oleh Jakarta dan masuk ke Halteng kenapa rakyat Halteng mengalami keterpurukan, kenapa angka kemiskinan begitu tinggi di Halteng, kenapa angka pengangguran begitu tinggi, kenapa angka partisipasi anak putus sekolah begitu tinggi, di sini ketidakadilan, mari kita berdiskusi yang Allah rahmatkan pikirkan dan gagasan, kebetulan pemerintah daerah punya diskresi, mari kita diskusi peta jalannya tapi jangan dengan emosional donk bro. Santai saja jangan panik panikan," ajaknya.
Menyambung, Mukhtar bilang bahwa semua memiliki tanggungjawab yang sama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, selain itu Mukhtar mengatakan sebagai anggota DPRD juga harus menjalankan fungsi control jangan jadi eksekutif.
"Kita memiliki tanggungjawab yang sama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dimanapun peran peran kita, kebetulan ada peran sebagai pemerintah, penyelenggaraan eksekutif melaksanakan pembangunan, Kebutulan DPRD sebagai control principal, jangan ikut ikutan jadi eksekutif donk, saya sebagai akademisi juga memiliki kewenangan untuk memberikan gagasan pikiran yang saya menimbang dan saya sarankan, bro tidak perlu emosi mari berdiskusi, saya tunggu forumnya di manapun itu saya datang, di Weda, di Patani, di gebe, saya mau hadir dan saya diskusikan secara konstruktif," sambung Mukhtar.
Menutup wawancara itu Mukhtar mengatakan harus banyak perenungan bagi pembuat kebijakan dan contorl di Halteng untuk membuat kebijakan pembangunan yang pro dengan rakyat Halmahera Tengah.
"Ada apa dengan Halteng negeri kaya tapi orang Halteng miskin, marah saya kalau orang Halteng harus miskin, karena orang Halteng memiliki resource gerakan perekonomian tapi barangkali kita memiliki jalan yang salah dalam merumuskan kebijakan pembangunan untuk masyarakat yang ada di Halmahera tengah, Miskin inovasi, miskin pula rakyatnya dari gagal bangun di tengah gemerlap investasi yang menglobal, dari cina datang ke Weda, kenapa tidak belajar dari cina untuk membelah Weda menjadi rakyat yang menglobal," tutupnya. (Tim)