![]() |
Ketua Fraksi NasDem DPRD Halmahera Tengah Munadi Kilkoda |
Weda- Ketua Fraksi NasDem DPRD Halmahera Tengah Munadi Kilkoda bingung dengan komentar Dr Muhtar Adam yang sebagai akademisi di Kampus Unikhair Ternate itu tidak terarah dengan penyampaian Bupati Halmahera Tengah pada acara Rakernas APKASI kemarin.
Kepada Wartawan Ketua Fraksi NasDem Halmahera Tengah Munadi Kilkoda mengatakan, sebenarnya Dr. Muhtar Adam yang sebagai Akademisi di Kampus Unikhair Ternate beliau mau bicara masalah passing grade atau IPM atau angka kemiskinan. Tanya Munadi, makanya dari awal ia bilang beliau tidak fokus menyampaikan kritik.
Menurut Munadi Kalau masalah IPM itu jelas data statistiknya. Data statistik menyebut Halteng masih jauh lebih baik dari daerah lain, bahkan dalam kurung waktu 5 tahun menunjukan trend yang positif. Kalau yang dia bilang 2020 itu IPM Halteng minus, itu terjadi karena saat itu kita perhadapkan dengan bencana global pandemi Covid-19. Itu dialami seluruh daerah di Indonesia, bukan cuma Halteng.
"Jadi kalau dia menjustifikasi hanya terjadi di Halteng, saya berkesimpulan dia tidak bisa membaca data dengan benar," ungkapnya. Senin (27/06/22).
Ia bilang Halteng itu ada kompleksitas masalah yang harusnya dia tau sebelum berargumentasi di publik".
Politisi Partai NasDem yang juga sebagai Sekretaris Komisi III DPRD Halmahera Tengah juga mengatakan, sebelum Elang Rahim memimpin, akses jalan antar desa dan kecamatan belum terbuka, masyarakat belum menikmati listrik dan telekomunikasi secara keseluruhan. Masih ada desa-desa yang gelap gulita, tidak bisa dijangkau dengan transportasi darat, tidak bisa terkoneksi jaringan telekomunikasi, infrastruktur pendidikan belum memadai.
Masalah ini yang bermuara pada kemiskinan, kebodohan dan lain-lain. Seperti jalan kalau tidak dibangun bagaimana kita mau bicara mengentaskan kemiskinan.
Sementara jalan itu menjadi urat nadi perekonomian dan kelancaran transportasi untuk semua sektor termasuk sektor pendidikan. Kompleksitas masalah itu yang menjadi konsen Elang-Rahim di 4 tahun kepemimpinan mereka.
"Sekarang seluruh desa dan kecamatan sudah terhubung, 90 persen masyarakat terlayani listrik, bahkan sampai di pelosok desa yang jauh seperti Umiyal, telekomunikasi juga dibangun dimana-mana. Jadi Pak Ota sebagai akademisi tidak boleh bicara menggunakan kaca mata kuda," terangnya.
Munadi juga menilai Dr. Mukhtar Adam yang sebagai akademisi di Kampus Unikhair Ternate itu terlalu reaksioner dan tidak lagi terstruktur merespons informasi yang Pemda sajikan. Padahal sebagai akademisi bahkan katanya sebagai pakar, seharusnya menunjukan intelektualitasnya yang berbobot, bukan asal bicara tanpa mengecek kebenaran sebuah informasi atau berita.
"Pak ota juga harus faham bahwa bicara pembangunan itu harus multidimensial, memerlukan ukuran dan variabel yang jadi parameter makronya seperti Kebijakan program sektor pendidikan yang galakan hari ini, tidak mungkin hasilnya kita bisa peroleh hari ini, tapi paling tidak ini sebagai investasi jangka panjang yang akan kita petik hasilnya di masa depan," terangnya.
"Kalau dia bilang saya emosi, sejujurnya saya tidak emosi sebagaimana yang beliau tuduhkan. Saya enjoi-enjoi saja menanggapi komentar beliau. Saya Cuma merespon komentar beliau dengan menampilkan data & fakta yang ada di Halmahera Tengah. Yang disayangkan karena dia akademisi, gelar doktor lagi, tapi komentarnya sudah tidak fokus, tidak objektif lagi," sambungnya.
Bahkan Munadi tidak masalah jika ia disebut juru bicara Pemda.
"Terserah dia mau bilang saya juru bicara Bupati, tidak masalah. Karena itu menunjukan beliau tidak paham pemerintahan daerah itu meliputi Bupati dan Wakil Bupati dan DPRD. Silahkan dia baca UU 23/2014 tentang Pemda supaya bisa memahami peran saya. Sebagai bagian dalam pemerintahan itu saya juga punya kewajiban untuk bicara meluruskan pendapat dia," terangnya.
Kalau dia ingin bicara angka kemiskinan di Halteng, silahkan saja datang ke Halteng. Kan dia yang merasa punya data, punya inisiatif, dan merasa memerlukan itu. "Kalau berharap Pemda yang datang berkunjung ke dia, saya kira itu tidak tepat. Karena bukan Pemda yang memerlukan pikiran beliau," pungkasny.