![]() |
Pemberian materi sosialisasi dari Bapak Hudan Irsyadi dan Ibu Dr. Farida Maricar. |
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT: SOSIALISASI KEBUDAYAAN DAERAH SEBAGAI JATIDIRI BANGSA PADA SISWA SMA NEGERI 8 TERNATE
Oleh
Hudan Irsyadi dan Dr. Farida Maricar.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Isu terkait kebudayaan selalu menjadi kajian yang menarik untuk diperbincangkan. Baik itu dalam skala lokalitas maupun globalitas. Seturut dengan isu tersebut, kebudayaan merupakan suatu hal yang kompleks. Di mana kebudayaan memiliki sifat yang dinamis. Artinya kebudayaan dapat berubah, baik secara cepat maupun lambat. Perubahan budaya itupun dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang salah satunya adalah perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi inilah yang telah banyak memudarkan pengetahuan budaya anak-anak untuk lebih mencintai kebudayaannya. Jika merujuk dari definisi kebudayaan, maka kebudayaan itu tidak sebatas pada apa yang sering diartikan oleh sebagian masyarakat, yaitu kesenian.
Di sini, Begawan budaya Indonesia Koetjaraningrat menjelaskan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan serta juga tindakan hasil karya manusia di dalam rangka kehidupan masyarakat yang dipunyai manusia dengan belajar (2002). Oleh karena itu, belajar adalah cara yang efektif dalam memahami kebudayaan. Sejatinya, kebudayaan itu adalah laku dari suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Seperti yang dituliskan oleh Liliweri bahwa kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang telah tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan secara sosial (sosialisasikan) – tidak sekadar sebuah catatan ringkas –, tetapi dalam bentuk perilaku melalui pembelajaran sosial (2002:8).
Dengan demikian, sebagai sebuah langkah awal (berkelanjutan) adalah bagaimana memperkenalkan kebudayaan pada anak remaja untuk sadar akan kebudayaan daerah maupun nasional. Oleh karena itu, melalui Program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM), yang merupakan salah satu unsur dari program Tri Dharma Perguruan Tinggi yang tertuang dalam Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka kegiatan PKM ini harus dilaksanakan. Pemilihan anak remaja sebagai pembekalan dalam mentransformasi pengetahuan budaya adalah penting. Mengingat dewasa ini anak remaja sangat rentan dengan pengaruh lingkungan di sekitarnya (eksternal maupun internal).
Pada program pengabdian kepada masyarakat kali ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMA) 8 Ternate, Provinsi Maluku Utara. Artinya remaja pada usia SMA adalah remaja yang sangat rentan terhadap praktik penyimpangan sosial. Hal ini jika tidak dibekali dengan pengetahuan budaya tempatan, maka akan sulit membendung pengaruh budaya luar.
1.2. Rumusan Masalah
Kota Ternate merupakan salah satu wilayah pemerintahan yang di dalamnya terdapat sebuah kesultanan, yakni kesultanan Ternate. Kesultanan Ternate yang dalam catatan sejarah mencatatkan sebagai sebuah kesultanan Islam yang dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya merepresentasikan nilai-nilai budaya islam. Salah satunya yang termaktub dalam ungkapan bertuah yaitu “adat matoto agama, agama matoto kitabullah, kitabullah matoto Jou ta'ala". Artinya bahwa kebudayaan Ternate berlandaskan pada agama, kitabullah dan Allah STW. Namun, seiring dengan berkembangnya zaman, banyak remaja yang sudah tidak mempedulikan terkait nilai-nilai budaya Ternate. Oleh karena itu, dalam pengabdian ini dilakukan sosialisasi terkait pengetahuan budaya daerah (Ternate) pada siswa SMA yang notabene mereka adalah anak-anak remaja yang rentan dengan pengaruh globalisasi.
1.3. Tujuan dan Manfaat
Untuk memberikan pemahaman terkait kebudayaan daerah sebagai filter atas pengaruh globalisasi yang begitu massif. Sosialisasi ini juga adalah upaya pelesatrian kebudayaan daerah, khusunya kebudayaan Ternate, dikalangan anak remaja atas perkembangan teknologi.
1.4. Solusi dan Target Luaran
Berdasarkan uraian di atas, maka solusi yang ditawarkan dalam program pengabdian kepada masyarakat (PKM), maka dilakukan sosialisasi kepada remaja tingkat SMA dengan penguatan pada pengetahuan budaya tempatan. Diharapkan, melalui sosialisasi tentang kebudayaan daerah ini, dapat memperkuat pengetahuan budaya siswa-siswi sehingga berdampak pada praktik sadar budaya dengan cara pelestarian dan perawatan budaya daerah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Kebudayaan
Secara etimologi, kebudayaan berasal dari kata Bahasa Sansekerta yaitu buddhayah atau buddhi yang berarti akal budi. Dalam bahasa Inggris, budaya dikenal dengan istilah culture. Kata culture berasal dari Bahasa Latin “Colere” yang berarti mengolah atau mengerjakan, dalam konteks mengolah tanah atau bertani. Colere atau culture juga diartikan sebagai usaha manusia untuk mengolah alam (Koentjaraningrat, 1965: 77-78).
Pengertian kebudayaan adalah semua hasil karya cipta rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan, seni, hukum adat, percakapan dan kebiasaan (ibid). E.B. Tylor dalam Soekanto (1992) menjelaskan Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan lain yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan juga diartikan sebagai sistem pengetahuan yang mencakup ide dan gagasan yang ada dalam pikiran manusia sehingga kebudayaan tersebut bersifat abstrak dalam kehidupan sehari-hari.
Pengertian kebudayaan berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008) adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.
2.2. Unsur-unsur Kebudayaan
Terdapat beberapa pendapat ahli mengenai komponen atau unsur kebudayaan atau budaya yaitu sebagai berikut:
a. Melville J. Herskovits mengajukan 4 unsur pokok kebudayaan, yaitu:
1. Alat-alat teknologi
2. Sistem ekonomi
3. Keluarga
4. Kekuasaan politik
b. Bronislaw Malinowski yang terkenal sebagai seorang pelopor teori fungsional dalam antropologi, menyebut unsur-unsur pokok kebudayaan yaitu:
1. sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam yang ada disekelilingnya.
2. Organisasi ekonomi
3. Alat-alat dan Lembaga atau petugas Pendidikan; perlu diingat bahwa keluarga merupakan Lembaga Pendidikan yang utama,
4. Organisasi kekuatan
c. C. Kluckhon dalam sebuah karyanya yang berjudul Universal Categories of Culture mengurai unsur kebudayaan ke dalam 7 unsur kebudayaan yang dianggap universal, yaitu:
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia ( pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transport, dan sebagainya)
2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, system produksi, sistem distribusi dan sebagainya)
3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan)
4. Bahasa (lisan maupun tulisan)
5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya)
6. Sistem pengetahuan
7. Religi (sistem kepercayaan)
2.3. Pengertian Tradisi Lisan
Secara etimologi Tradisi adalah suatu kata yang mengacuh pada adat atau kebiasaan yang turun temurun, atau peraturan yang dijalankan masyarakat. Tradisi merupakan sinonim kata “budaya” di mana kedua hal tersebut adalah hasil karya masyarakat yang dapat membawa pengaruh pada masyarakat karena kedua kata tersebut dapat dikatakan makna dari hukum tidak tertulis dan ini menjadi patokan norma dalam masyarakat yang dianggap baik dan benar adanya. Tradisi budaya berusaha menggali, menjelaskan, dan menginterpretasi secara ilmiah warisan-warisan budaya leluhur pada masa lalu, menginterpretasikannya untuk implementasi pada pembentukan karakter generasi masa kini demi mempersiapkan kehidupan yang damai dan sejahtera untuk generasi masa mendatang. Kata tradisi berasal dari bahasa latin traditio (diteruskan) atau kebiasaan yang telah dilakukan dengan cukup lama dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat dari suatu negara, kebudayaan, waktu, dan agama yang sama. Hal yang paling menonjol dari tradisi adalah adanya informasi yang disampaikan oleh leluhur dan diteruskan dari generasi ke generasi baik secara tertulis maupun lisan, karena jika tanpa adanya hal ini maka suatu tradisi dapat punah. Pengertian lain, tradisi adalah kebudayaan masa lalu yang memiliki proses berkelanjutan (continuity) hingga sekarang dan kemungkinan hingga masa mendatang. Proses berkelanjutan yang dimaksud merupakan rangkaian transmisi budaya yang disampikan secara lisan.
Tradisi lisan merupakan kebudayaan masyarakat yang diwariskan oleh leluhur yang dilakukan secara lisan. Tradisi lisan diartikan sebagai “segala wacana yang diucapkan” atau “sistem wacana yang bukan aksara”, yang mengungkapkan kegiatan kebudayaan suatu komunitas. Hal tersebut muncul atas pendapat Sweeeney (1998:2-5) dalam buku Sibarani (2014) yang menegaskan bahwa pengertian kelisanan harus dikaitkan dalam konteks interaksinya dengan tradisi tulisan. Dalam kaitan ini perlu terlebih dahulu diutarakan kekaburan pemakaian istilah “oral” dan istilah “orality”. Istilah yang pertama berkaitan dengan suara. Implikasi kata lisan dalam lisan tertulis dan dalam lisan beraksara berbeda. Sweeney mengusulkan sitilah “oracy” (orasi) untuk mencakup pengertian lisan pada istilah orality.
BAB III
METODE PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan dalam PKM adalah dengan langkah-langkah berikut:
1. Analisis Situasi Sekolah
Hal ini adalah awal dari bagaimana cara menentukan sasaran sosialisasi untuk penguatan pengetahuan budaya siswa-siswi. Apakah siswa secara keseluruhan ataukah dipilih pada tingkatannya saja.
2. Ceramah dan Tanya jawab
Ini dilakukan sembari memperkuat ingatan kolektif dari siswa-siswi terhadap contoh-contoh kebudayaan yang dialaminya
3. Evaluasi
Hal ini dilakukan untuk melihat dampak atau hasil dari pengabdian itu.
3.2. Deskripsi Kegiatan
Kebudayaan daerah adalah kebudayaan yang hidup dalam suatu wilayah bagian suatu negara yang merupakan daerah suatu suku bangsa tertentu. Kebudayaan daerah sering juga disebut kebudayaan tradisional yaitu suatu kebiasaan dalam wilayah/daerah tertentu yang diwariskan secara turun temurun dalam generasi terdahulu pada generasi berikutnya dalam ruang lingkup daerah. Sosialisasi kebudayaan daerah merupakan upaya mentransfer pengetahuan tentang kebudayaan Ternate sebagai wujud dari jati diri bangsa. Kegiatan ini melalui 2 tahapan: (1) tahapan identifikasi audiens (siswa), dan (2) tahapan sosialisasi dan umpan balik.
3.3. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan
1. Kegiatan ini dilaksanakan di Kota Ternate, yang difokuskan di Sekolah Menengah Atas Negeri 8.
2. Waktu Pelaksanaan (lihat tabel di bawah ini)
![]() |
Tabel Waktu Pelaksanaan |
3.4. Teknik Pelaksanaan Kegiatan
1. Membuat semenarik mungkin materi sosialisasi kebudayaan daerah Ternate
2. Membuat laporan akhir pelaksanaan kegiatan
BAB IV
HASIL YANG DICAPAI
4.1. Hasil Pelaksanaan Kegiatan
Hasil dari pelaksanaan kegiatan ini adalah sebagai sarana edukasi sekaligus memperkenalkan khasanah kebudayaan daerah, khusunya kebudayaan Ternate yang notabene dikalangan remaja hampir sebagian besar tidak mengetahuinya.
Dalam kegiatan ini, dilakukan pemetaan konsep kebudayaan secara umum, yang selanjutnya diklasifikasikan ke dalam bentuk-bentuk kebudayaan. Hal tersebut guna melihat wujud kebudayaan Ternate dalam kategori kebudayaan materil dan kebudayaan non materil. Ternate sebagai daerah kesultanan Islam tertua, mempunyai begitu banyak kebudayaan yang sampai saat ini masih sering digalakkan oleh masyarakat luas, semisal pada beberapa tradisi ritual (tahlilan, mendirikan rumah tinggal, aqiqah, kololi kie, fere kie, haid pertama dan seterusnya). Di samping itu, konsep tradisi lisan menjadi sinonim dalam sosialisasi tentang kebudayaan daerah Ternate. Hal ini dikarenakan masyarakat Ternate lebih mengenal terkait budaya lisan atau tradisi lisan. Semisal dalam pemaparan ketika menyebut contoh tradisi lisan Ternate berupa dolabololo (peribahasa), banyak dari remaja siswa-siswi lebih mengenal istilah itu.
Pada kesempatan ini dilibatkan beberapa guru untuk mengatur jalannya sosialisasi tentang kebudayaan daerah Ternate. Sosialisasi ini dilakukan hanya sehari dengan durasi waktu yang digunakan selama 3 jam, dengan jumlah peserta yang ikut sebanyak 58 siswa.
Pelaksanaan kegiatan pengabdian ini dilakukan oleh 2 (dua) orang tim pengabdi dengan pokok bahasan yang disampaikan mengenai:
1. Penyampaian konsep kebudayaan secara universal, 7 (tujuh) unsur kebudayaan dan wujud kebudayaan beserta komponennya.
2. Gambaran umum dan sejarah Ternate
3. Beberapa contoh kebudayaan maupun tradisi lisan yang masih dipraktekkan dalam masyarakat Ternate.
![]() |
Sosialisasi Kebudayaan Daerah Ternate pada Siswa SMA N 8 Ternate |
Sosialisasi Kebudayaan Daerah Ternate pada Siswa SMA N 8 Ternate Pelaksanaan kegiatan ini didengar dan disimak secara baik oleh peserta dengan begitu banyak umpan balik (pertanyaan) yang diberikan ke pembicara. Namun, waktu 3 jam terasa belum cukup karena antusiasme anak-anak serta rasa ingin tahu tentang kebudayaan daerah sangat tinggi.
![]() |
Dok. Foto : Antusiasme Siswa-Siswi SMA Negeri 8 Kota Ternate dalam menerima materi sosialisasi dari Bapak Hudan Irsyadi dan Ibu Dr. Farida Maricar. |
4.2. Pembahasan Hasil Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan Sosialisasi Kebudayaan Daerah di kalangan (remaja) siswa-siswi SMA Negeri 8 Kota Ternate adalah upaya dari pelestarian kebudayaan daerah sebagai jatidiri bangsa. Perubahan sosial yang terjadi begitu masif di tengah masyarakat tentu berdampak pada lunturnya nilai-nilai budaya lokal. Untuk itu, sosialisasi kebudayaan daerah di kalangan siswa-siswi SMA sangatlah penting. Siswa-siswi SMA ini berada pada usia remaja yang tentunya sangat rentan dengan pengaruh budaya donor (asing).
Kebudayaan daerah menurut peneliti adalah kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di suatu daerah tertentu, yang mana kebudayaan itu merupakan warisan dari para pendahulu dari suatu suku bangsa yang mendiami daerah itu. Hal ini seperti dengan kebudayaan Ternate, yang dalam beberapa literatur sejarah mengatakan Ternate sebagai salah satu daerah yang kaya akan khasanah kebudayaan, yang disimbolisasi pada kokohnya sebuah kesultanan Islam. Bagi masyarakat Ternate, simbol kebudayaan mereka adalah kesultanan Ternate. Di mana kesultanan tersebut adalah sentral dari pembangunan kebudayaan Ternate.
Dalam beberapa dekade Pemerintahan di Kota Ternate, visi yang nampak tentang pembangunan kebudayaan terdapat pada masa kepemimpinan walikota Syamsir Andili (2000-2005/2005-2010) yang visinya adalah “Jadikan Kota Ternate sebagai Kota Budaya, menuju Masyarakat Madani”. Dari kepemimpinan tersebut aturan tentang kebudayaan termanifestasikan dalam Peraturan daerah (Perda) nomor 13 tahun 2009 tentang “Perlindungan Hak-Hak Adat dan Budaya Masyarakat Adat Kesultanan Ternate”. Namun seiring waktu berjalan, pasca bergantinya walikota Ternate, sentuhan-sentuhan kebudayan tidak begitu dahsyat semasa kepemimpinan Syamsir Andili. Oleh karena itu, sosialisasi kebudayaan daerah Ternate menjadi catatan penting atas keberlanjutan pada skala yang lebih luas lagi.
Ada pun maksud dari sosialisasi Kebudayaan Daerah Ternate pada siswa-siswi SMA Negeri 8 Kota Ternate, di antaranya:
1. Penguatan pada pengertian kebudayaan dari beberapa ahli, guna membuka sudut pandang peserta tentang definisi kebudayaan (Daerah dan Nasional)
2. Menghidupkan kembali bentuk kebudayaan lokal yang diwariskan secara turun-temurun.
3. Menghidupkan semangat cinta kebudayaan daerah, khususnya kebudayaan Ternate
4. Menciptakan rasa ingin memiliki yang berdampak pada pelestarian kebudayaan daerah di siswa-siswi SMA.
Maksud Sosialisasi Kebudayaan Daerah di atas adalah wujud dari pelestarian, perlindungan, pemanfaatan dan pembinaan terhadap kebudayaan tersebut sebagai jatidiri bangsa atas derasnya pengaruh kebudayaan asing (donor).
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Membicarakan kebudayaan daerah, khususnya kebudayaan Ternate, maka di dalamnya terdapat Kesultanan Ternate. Di samping itu, Ternate juga dicatatkan sebagai daerah penghasil rempah-rempah, yang pada masanya banyak dikunjungi bangsa-bangsa asing. Atas dasar itulah kebudayaan Ternate merupakan wujud dari beberapa pembauran kebudayaan.
Dalam kebudayaan daerah berupa kesenian, tarian samra, dana-dana maupun dadansa menjadi keunikan dan kegemaran bagi para (remaja) siswa-siswi. Namun sebagian dari mereka juga melakukan kreasi untuk menjawab atas perubahan sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Ternate.
5.2. Saran
Berdasarkan pengamatan dari sosialisasi kebudayaan daerah, khususnya kebudayaan Ternate, masih banyak dari para siswa-siswi yang belum mengetahui serta mengenal pelbagai bentuk kebudayaan Ternate. Baik yang klasifikasi ke dalam bentuk tradisi lisan, sebagian lisan maupun bukan lisan. Oleh karena itu, perlunya literatur tentang kebudayaan Ternate harus tersedia di sekolah-sekolah. Sosialisasi berkelanjutan dengan spesifikasi pada objek atau komponen budaya.
Daftar Pustaka
Liliweri, Alo.2002. Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya. Cetakan pertama. Yogyakarta: LKiS.
Koentjaraningrat.2002 Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Sibarani, Robert. 2014. Kearifan Lokal Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan
Soekanto, Soerjono. 1992. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers
Literatur Hukum
Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Peraturan daerah (Perda) nomor 13 tahun 2009 tentang “Perlindungan Hak-Hak Adat dan Budaya Masyarakat Adat Kesultanan Ternate.