![]() |
Ishak Naser | Ketua Tim Pansus LKPJ Provinsi Maluku Utara |
SOFIFI- Sebanyak 42 perusahan pertambangan di Provinsi Maluku Utara, tercatat menunggak pajak yang meliputi pajak kendaraan bermotor, balik nama, bahan bakar, rokok dan air permukaan.
Hal itu terungkap setelah Tim Pansus LKPJ DPRD
Provinsi Maluku Utara menggelar rapat bersama lima SKPD, di antaranya Dinas ESDM,
DPMPTSP, Dinas Pendapatan (Dispenda), DLH dan Disnakertrans di Gedung DPRD Provinsi Maluku Utara, pada Selasa
(7/6/2022).
Dari catatan Tim Pansus terdapat 31 perusahan
pertambangan, delapan industri, satu jasa pertambangan dan satunya lagi
kehutanan. Meski begitu, tim Pansus LKPJ DPRD Provinsi Maluku Utara enggan
membeberkan nama 42 perusahan yang menunggak pajak.
Hal itu disebabkan sejauh ini Pemerintah Provinsi belum
bisa menetapkan berapa besar pajak yang dibebankan oleh tiap-tiap perusahaan,
akibat tidak ada data yang disampaikan oleh perusahan.
“ Memang
selama ini, pada saat kita mengecek tadi, ada perusahaan yang hingga sekarang
belum membayar pajak, sehingga pemerintah kesulitan memungut pajak karena tidak
ada data,” ungkap Ishak Naser, selaku Ketua Tim Pansus LKPJ DPRD Provinsi
Maluku Utara.
Dia juga membeberkan, berdasarkan laporan yang di
sampaikan oleh Dispenda, ada kendaraan yang belum teregistrasi, tapi sudah di operasikan
untuk kegiatan pertambangan, baik itu tahapan ekplorasi maupun eksploitasi.
Meski begitu,
tim pansus menilai adalah sebuah pelanggaran. Apalagi tidak membayar
pajak berarti sudah dua kali pelanggaran, yang pertama pengoperasian atas
kendaraan tidak sesuai perundang-undangan lalulintas dan yang kedua dari sisi
perpajakan tidak dipenuhi oleh mereka selaku wajib pajak, tegas Ishak Naser.
Untuk memberikan efek jera ke perusahaan-perusahaan tersebut, tim pansus akan mendesak Pemerintah Provinsi
melalui gubernur untuk segera mengambil sikap tegas terhadap seluruh perusahaan
yang beroperasi, tetapi belum memenuhi kewajiban membayar pajak, sambung Ishak.
Tak hanya itu, selain tidak membayar pajak ke 42
perusahaan tambang di ketahui tidak mempunyai izin dari Dinas lingkungan hidup.
“ Saya ingin tegaskan bahwa perusahaan-perusahaan
tambang ini harus diberikan batas waktu untuk bisa memenuhi kewajiban karena
ini sudah perintah undang-undang. Ini harus dilaksanakan karena hal daerah.
Apabila kewajiban pajak diabaikan baik disengaja ataupun lalai sudah berarti
menimbulkan kerugian negara itu sendiri,”cetusnya.
Kalau perusahan
tidak bayar pajak akan dikenakan denda berupa sanski administrasinya. “ Kalau terus menerus akan mengarah pada tindak
perpajakan ya kita kejar,” tukasnya.
Pada prinsipnya masalah ini di selesaikan dengan
baik. Perusahaan yang tidak menyampaikan datanya berati menghambat pemerintah
menghitung kewajiban pajak.
“ Jadi dari data itulah diperlukan untuk menetapkan pajak yang seharusnya dibayar,”kata Ishak Naser. (Tim/Red)