![]() |
Iskar Hukum |
Ternate--Pemkot Ternate berencana untuk membuat lomba penanganan sampah di 17 Agustus mendatang, mendapat respon dari Direktur Halmahera Institute, Iskar Hukum. Menurut Ikal, sapaan akrabnya, lomba penanganan sampah yang bakal dibuat pada tanggal 17 Agustus nanti terkesan Pemkot kurang kerjaan, sebaiknya mereka fokus pada perihal yang lebih besar dan sudah tentu memiliki target jangka panjang untuk penanganan masalah sampah di Kota Ternate.
"Pemerintah sebaiknya fokus saja pada kelurahan-kelurahan binaan yang telah dibentuk (Pilot Project) agar lebih fokus pada isu-isu lingkungan hidup. Tinggal diboboti masyarakatnya sehingga lebih inovatif, tidak konsumtif, memiliki komitmen biotis, dan melek lingkungan," ujarnya. Minggu (24/07/22)
Alumnus geografi itu mengatakan fakta lingkungan hari ini menunjukan bahwa sampah tidak bisa ditangani dengan pengadaan Tempat Penampungan Sampah (TPS) semata dan/atau merestrukturisasinya. Maksudnya, jika keberadaan TPS tidak lagi berpengaruh signifikan untuk mengatasi persoalan sampah.
"Pemkot harus membuat cara yang lebih akurat agar sampah ini bisa diatasi dengan baik dan/atau dapat bernilai ekonomis bagi masyarakat. Saya membayangkan jika ada muncul pertanyaan begini, apakah Pemkot sudah kehabisan akal dalam menangani masalah sampah lalu akhirnya membuat lomba penanganan sampah di 17 Agustus dengan merestrukturisasi TPS e? Padahal Pemkot memiliki sejumlah SDM yang hebat, berpengalaman dan telah banyak mengikuti studi banding soal lingkungan hidup," ungkap Ikal.
Lanjut ia bertanya, apakah program ini benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat? Dalam perspektif pembangunan berbasis kependudukan, telah mengisyaratkan bahwa pembangunan harus semata-mata berdasarkan kebutuhan mendasar dari apa yang diinginkan oleh masyarakat, jangan sampai sia-sia dengan kebijakan yang telah diambil dari anggaran sebesar 20 persen dari DPK karena output dari program ini tidak efektif.
"Hal yang hampir serupa juga telah dilakukan sebelumnya oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Ternate pada Hari Jadi Ternate (HAJAT 771) pada bulan Desember tahun 2021 kemarin. Sejumlah barangka di Kota Ternate diikutsertakan dalam festival Barangka, salah satu komponen penilaiannya adalah barangka terbersih, terlihat beberapa barangka yang menjadi objek festival kemudian dibuat sedemikian rupa, salah satunya dilakukan pengecetan tembok-tembok barangka. Mirisnya, baru berjalan belum sampai satu tahun, hasilnya barangka telah kembali seperti sedia kala, kotor dan terdapat tumpukan sampah," tandas Ikal.
Selanjutnya, apakah dengan membuat lomba penanganan sampah akan membuat masyarakat sadar sampah? Saya menduga margin erornya besar jika kita bandingkan dengan kasus posisi daripada festival barangka yang telah dilakoni oleh DLH Ternate pada tahun 2021 kemarin. Buktinya sampai hari ini sampah masih terlihat berserakan di badan-badan barangka
"Ada catatan untuk DLH, pada tahun 2017 Pemerintah Kelurahan Tanah Tinggi Barat pernah melakukan inovasi penanganan sampah. Inovasi ini diberi nama TATIBARASA (Tanah Tinggi Barat Bebas Sampah). Oleh Kepala Kelurahan Rosida waktu itu melakukan langkah awal dengan merubah terlebih dahulu perilaku masyarakat melalui sosialisasi berbasis Rukun Tetangga (RT)," jelas Ikal dengan memberikan contoh.
Bagi dia Edukasi yang disampaikan kepada warga salah duanya adalah Barangka bukan TPS dan bersahabat dengan sampah. Masyarakat di provokasi jika melihat sampah jangan merasa suatu hal yang jorok, namun disitu ada nilai ekonomi. Pada tahun 2018 Kelurahan Tanah Tinggi Barat tidak lagi memiliki TPS. Semua sampah rumah tangga dijemput langsung di rumah-rumah warga oleh armada Kaisar yang diatur jadwalnya, karena dengan begitu masyarakat mudah memila jenis sampah rumah tangga dari dapur sebelum akhirnya dijemput oleh Kaisar.
"Inovasi oleh Tanah Tinggi Barat pada tahun 2017 adalah salah satu pilot project yang luar biasa, kiranya Pemkot melalui DLH bisa menjadikan hal-hal semacam ini sebagai State Of The Art kalau dalam penelitian," pintanya.
"Sampah adalah fakta lingkungan selanjutnya dapat menjadi masalah manakala cara penanganan oleh pemerintah tidak tepat sasaran. Namun disamping itu juga harus ada kerja-kerja pantahelix, Sampah tidak bisa diselesaikan dengan menggunakan kacamata kuda. Penanganannya harus betul-betul maksimal dan terpadu. Pemerintah juga wajib menggandeng elemen yang memiliki kapasitas mumpuni pada altar lingkungan hidup untuk duduk bersama mencari solusi," sambung Ikal.
Karena menurutnya, Ternate selain menjadi salah satu kota urban di Maluku Utara, kota ini juga memiliki populasi yang telah matang, akibatnya laju pertumbuhan penduduknya pun seakan tidak dapat terbendung.
"Pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi dapat berimplikasi pada masalah lingkungan hidup salah satunya adalah sampah. Belum lagi jika gaya hidup dari masyarakat cenderung konsumtif. Artinya, jika sampah hulunya dari aktifitas masyarakat, maka seyogyanya cara penanganannya juga harus dibarengi dengan menyasar perilaku masyarakat, bukan hanya persoalan fisik dan/atau merestrukturisasi TPS yang dikedepankan oleh pemerintah," tutup Ikal.