![]() |
LPP Tipikor saat melakukan aksi unjuk rasa |
Ternate-Lembaga pengawasan dan pemberantasan tindak pidana korupsi (LPP-TIPIKOR) Maluku Utara melakukan aksi unjuk rasa dugaan sejumlah kasus dugaan korupsi yang menggurita dilingkup RSUD dr Chasan Boesoirie Ternate, Rabu (2/11/2022).
Ketua LPP Tipikor Malut Alan Ilyas mengatakan, unjuk rasa dilakukannya terkait temuan senilai Rp. 43,5 Miliar yang termuat dalam dokumen laporan hasil pemeriksaan BPK RI, yakni temuan belanja pegawai dan belanja jasa RSUD Chasan Boesoirie.
“Kita meminta kepada kejaksaan tinggi melalui aspidsus dan aspidum, kalau bisa juga melalukan pemanggilan kepada Biro Hukum Provinsi Maluku Utara berkaitan dengan produk hukum yang dikeluarkan terkait Peraturan Gubernur Nomor 1.1 Tahun 2022 tentang Retribusi TPP RSUD Chasan Boesoirie tertanggal dalam dokumen itu pada tanggal 3 Januari 2022,” Pinta Aktivis Tipikor itu.
Alasan Alan bahwa dari keterangan hasil yang mereka miliki bahwa dokumen tersebut baru di tandatangani beberapa minggu lalu.
“Kami sangat meragukan kalau ini di tandatangani oleh gubernur, sementara gubernur Maluku Utara dalam beberapa bulan terakhir berada di luar daerah. Jadi kira-kira kapan itu di tandatangani oleh gubernur,” ujar Alan dengan nada tanya.
Dia pun menuturkan, ketika coba mengkonfirmasikan dengan dokumen lain milik gubernur dan menyamankan dengan tanda tangan gubernur dengan tanda tangan di pergub itu berbeda.
” Dalam dokumen itu tidak terdapat stempel Pemda atau gubernur Maluku Utara,” ucapnya.
Alan menyebut dirinya meragukan peraturan itu. Ia juga meminta Kejati Maluku Utara untuk memeriksa Biro hukum provinsi Maluku Utara, agar ini dikonfirmasikan jangan-jangan tanda tangan ini dipalsukan untuk meluluskan temuan mereka.
“Jikalau memang pergub itu di jadikan sebagai dasar membayar dalam TPP tahun 2022 ini juga keliru karena dalam transaksi yang di lakukan oleh dokter, sebagai contoh nilai transfer yang di lakukan bulan januari sebesar 15 juta rupiah, nah dalam ketentuan pergub itu nilainya 10 juta berarti ada mark up,” jelasnya.
Alan dan kawan-kawan sangat ragu dengan pergub ini, karena dalam beberapa pertemuan kemarin direktur dan inspektorat dan jajaran RSUD Chasan Boesoirie, direktur menyampaikan dalam forum itu bahwa mereka sementara menunggu tanda tangan gubernur atas pergub tersebut.
“Jika pergub baru ditandatangani pada bulan November ini atau bulan Oktober 2022 tentunya ini tidak berlaku atas praktek pemotongan yang terjadi sebelumnya pada Januari dan Februari tahun 2022, harusnya ini di tandatangani pada bulan Desember 2021. Guna regulasi tahun 2022,” terangnya.
Atas tindakan itu LPP Tipikor meminta pihak kejaksaan tinggi untuk segera memanggil kepala biro hukum dan jajaran RSUD Chasan Boesoirie.
“Tadi waktu di kejaksaan kita sudah membandingkan tanda tangan gubernur antara dokumen dan pergub tidak sama ada perbedaan, Kita tidak menginginkan nama gubernur terseret seret dalam kasus ini,” tandasnya.
Alan berharap dan tidak ingin hal itu terjadi karena gubernur Maluku tidak tahu menahu tentang praktek yang terjadi di RSUD Chasan Bosoerie.
“Jangan ada kepentingan dalam memuluskan berbagai dugaan korupsi di sana, kemudian menyeret gubernur dalam skenario ini,” pungkasnya.
Sementara Kepala Biro Hukum Setda Pemprov Malut, Darwis Pua, mengatakan bahwa Pergub Nomor 1.1 Tahun tentang Retribusi PTT RSUD Chasan Boesoirie Ternate itu sudah melalui kolom paraf yang kemudian ditandatangani oleh gubernur pada tanggal 3 Januari 2022 lalu.
” Terkait tidak ada stempel pada pergub bukan berarti palsu, karena diperbanyak dulu baru dibagikan kemungkinan mereka dapat yang belum distempel, tapi bukan berarti palsu, terang Darwis ketika dikonfirmasi. (tim/red)