![]() |
Koordinator aksi Muhlas Ibrahim |
Ternate - Dugaan kasus tindak pidana korupsi di RSUD Chasan Boesoirie Ternate kembali menyeruak ke publik. Hal itu diungkapkan Lembaga Pengawas dan pemberantasan (LPP) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam aksi unjuk rasa di kediaman rumah dinas Gubernur Maluku Utara di jalan Ahmad Yani, Kelurahan Tanah Raja, Kota Ternate, Rabu (2/11/2022).
Koordinator Aksi, Muhlas Ibrahim membeberkan sejumlah temuan berdasarkan dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Maluku Utara Nomor 01.A/LHP/XIX.TER/05/2022 Tanggal 9 Mei 2022, terdapat utang beban pegawai senilai Rp. 10 miliar.
Terdiri atas biaya tambahan penghasilan berdasar kelangkaan Profesi Dokter Intership Bulan Juli, Oktober sampai Desember 2021 Senilai Rp. 40 juta, ucap Muhlas
Selain itu, biaya Tunjangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) RSUD Bulan September Tahun 2021 senilai Rp. 2,4 Miliar. Biaya Tunjangan TPP Bulan Oktober Tahun 2021 senilai Rp 2,4 Miliar. Biaya Tunjangan TPP Bulan November 2021 senilai Rp 2,2 Miliar. Biaya Tunjangan TPP Bulan Desember 2021 senilai Rp 2,3 Miliar dan Biaya Gaji Pegawai Kontrak Bulan Desember Tahun 2021 senilai Rp 538 juta. Biaya Gaji Dokter Ahli Kontrak Bulan Desember Tahun 2021senilai Rp 355 juta serta temuan utang barang dan jasa senilai Rp 33 Miliar hingga saat ini diduga kuat belum diselesaikan pihak Direktur dan manajemen RSUD Chasan Boesoeiri Ternate, bebernya.
Tak hanya itu, Muhlas Ibrahim juga mengorek temuan LHP BPK Nomor17.A/LHP/XIX.TER/5/2018 tanggal 22 Mei 2018 mencantumkan saldo Kas di Bendahara Penerimaan RSUD Chassan Boesoirie senilai Rp 30 Miliar yang sampai dengan tanggal 31 Desember 2017 diduga tidak disetorkan ke KAS Daerah, dugaan kuat sampai pada bulan Maret 2018 baru disetorkan.
” Kuat dugaan kami berdasarkan terjemahan dokumen LHP BPK Perwakilan Maluku Utara, terdapat dokumen Berita Acara Pinjaman atas pendapatan tersebut dan ditandatangani oleh Direktur dan Bendahara RSUD Chasan Boesoeiri yang diduga kuat tidak terdapat laporan rincian yang jelas atas penggunaan langsung anggaran tersebut,” tandasnya.
Lanjut Muhlas, pihaknya menduga anggara tersebut digunakan bukan untuk kepentingan RSUD Chasan Boesoeiri, melainkan kepentingan pribadi yang mana dalam dokumen LPH diragukan kebenaran penggunaan anggarannya.
” Kami meminta BPK, BPKP dan Inspektorat Maluku Utara segera melakukan audit investigasi guna mengidentifikasi adanya dugaan kebocoran anggaran anggaran dan dugaan praktek korupsi anggaran RSUD Chasan Boesoirie sebagaimana tercantum dalam temuan BPK perwakilan Maluku Utara,” desaknya.
Bahkan, temuan BPK Perwakilan Maluku Utara segera ditindaklanjuti oleh pihak penegak hukum sebagai bentuk penegakan hukum.
” Kami mendesak Kejati Maluku Utara melakukan pemanggilan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini,” tutupnya.(ric/red)