![]() |
Foto Istimewa Oleh Ismirlina Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta |
Sejarah gelap penindasan struktural melalui penjajahan di dunia pada prinsipnya adalah bagian dari sejarah dominasi dan eksploitasi manusia atas manusia. Sejarah itu tidak kunjung berhenti dan belum juga menemukan titik terangnya hingga saat ini. Di berbagai penjuru dunia, masih banyak jerit derita dari kaum tertindas (tani, buruh, nelayan, miskin kota dll). Penderitaan ini jauh melampaui batas negara, lintas agama, suku bangsa, ras, dan batas geografis.
Peperangan, ketidaksetaraan, kelaparan, rendahnya mutu pendidikan, pengangguran, degradasi lingkungan dan kemiskinan adalah bukti nyata penjajahan yang terjadi di hampir seluruh penjuru dunia (Asia, Afrika dan Amerika Latin). Penjajahan atau imperialisme inilah yang terus bertransformasi. Ia berubah-ubah, menyesuaikan diri: dari imperialisme kecil ke imperialisme raksasa, dari imperialisme jaman dulu ke imperialisme jaman sekarang, dari imperialisme kuno menjadi imperialisme modern.
Imperialisme ini dilahirkan dari rahim kapitalisme, dan imperialisme modern jelas lahir dari rahim kapitalisme modern. Jika dulu kapitalisme kuno hanya berpraktek dengan mode produksi yang menindas dalam skala kecil, maka kapitalisme modern saat ini berpraktek dengan mode produksi yang sangat mengerikan.
Lihatlah betapa masifnya jutaan hektar tanah yang dikuasai untuk perkebunan, betapa banyak dan raksasanya pabrik-pabrik dengan asap mengepul di udara milik investor. Lihatlah gedung-gedung pelayanan jasa perbankan, asuransi, telekomunikasi yang mencakar langit. Penjajahan modern inilah disebabkan kebijakan dan praktek neoliberalisme, yang oleh Soekarno dinyatakan sebagai neokolonialisme-imperialisme (nekolim).
Jika dulu penjajahan dilakukan secara langsung dengan menginvasi suatu bangsa menggunakan pasukan bersenjata dalam rangka menaklukan wilayah tersebut. Kaum penjajah kemudian mengaduk-aduk bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, lalu mengisap hasilnya untuk dialirkan langsung ke negara penjajah.
Sekarang penjajahannya sungguh berbeda, investasi-investasi berskala raksasa tidak masuk hanya dengan cara paksa. Hak-hak rakyat seakan-akan ditegakkan, namun pada esensinya bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya digunakan untuk kepentingan pemilik kapital. Penjajahan modern tidak dilakukan secara terang-terangan, ia tidak dirasakan oleh rakyat tetapi secara ekonomi, politik, sosial dan budaya mempengaruhi pola pikir dan segala sendi kehidupan kita sehari-hari.
Dalam konteks budaya, kini, akar budaya bangsa kita telah terkikis oleh penetrasi budaya asing. Dengan kata lain, neokolonialisme-imperialisme merasuki rakyat melalui jalan budaya. Kita diatur untuk terus berkonsumsi, bertindak individual, bahkan melupakan warisan luhur budaya nenek moyang. Budaya menanam dan melaut misalnya, terkikis dengan budaya industrial yang bercirikan kapitalistik-neoliberal ala Barat.
Gotong-royong yang merupakan salah satu ciri khas bangsa Indonesia, sekarang makin rapuh diterpa hegemoni budaya individualistik yang cenderung liberal. Sementara di lain sisi, berbagai aspek budaya seperti kesenian, pendidikan, bahasa dan pola hidup, juga banyak dipengaruhi oleh hegemoni Barat, yang belum tentu sesuai dengan karakter dan kepribadian bangsa.
Dengan demikian, neokolonialisme-imperialisme adalah suatu bentuk penjajahan modern yang merupakan warisan historis penjajahan klasik. Hal ini dapat dimengerti jika dilihat dalam konteks Indonesia, dan dalam konteks geopolitik Asia, Afrika dan Amerika Latin. Sangatlah relevan jika merujuk sejarah kelam penjajahan tersebut.
Situasi ekonomi-politik dunia yang menindas tidak berhenti begitu saja. Pada tahun 1944, dibuatlah sebuah kesepakatan licik untuk menguasai dunia. Dirancanglah sebuah rejim ekonomi-politik yang mengatur tiga bagian besar isu secara global. pertama adalah untuk mengatur moneter (keuangan) dunia, kedua mengatur pembangunan dunia, dan ketiga mengatur perdagangan dunia. Ketiga rejim ini adalah kaki tangan neokolonialisme-imperialisme yang bertugas menjalankan dana moneter internasional (IMF), Bank Dunia, dan perdagangan dunia (GATT—yang lalu berubah menjadi WTO).
Neoliberalisme adalah ideologi yang digunakan untuk menjajah kembali, yang merupakan tahap kedua dari kolonialisme-imperialisme. Jika tahap pertama kolonialisme klasik dicirikan dengan ekspansi fisik dan dimulai dari Eropa, maka tahap kedua dimulai dengan dominasi ilmu pengetahuan dan model pembangunan dengan ideologi developmentalisme. Hal ini pernah dipraktekkan di Indonesia pada massa rejim Soeharto yang represif dan korup (1966-1998).
Menjelang abad ke-21 muncul istilah globalisasi, yang sebenarnya adalah perwujudan dari globalisasi-neoliberalisme. Bentuk tahap ketiga dari penjajahan saat ini yang merupakan salah satu transformasi kolonialisme-imperialisme menjadi neokolonialisme-imperialisme. Lewat tiga pilarnya yang disebut Konsensus Washington, yakni (1) deregulasi; (2) privatisasi; dan (3) liberalisasi pasar.
Globalisasi-neoliberal merupakan suatu proses pengintegrasian sistem ekonomi-politik nasional ke dalam sistem ekonomi-politik global, yang diperankan oleh aktor-aktor utama dalam proses tersebut. Aktor-aktor ini adalah negara-negara penjajah, perusahaan transnasional raksasa (TNCs), IMF, Bank Dunia dan WTO, serta lembaga-lembaga riset dan donor dunia.
Mereka inilah yang mempromosikan kebijakan dan praktek fundamentalisme pasar, sehingga yang kuat secara kapital dialah yang terus berkuasa. Praktek tersebut dilakukan secara perlahan-lahan dengan mengurangi kedaulatan rakyat dalam negara, sehingga peran negara menjadi lemah. Lemahnya peran negara dimanfaatkan oleh mereka untuk mengisap kembali sumber daya manusia, bumi, air, dan kekayaan alam yang ada di negara-negara miskin dan berkembang.
Lebih lanjut, untuk mengabsahkan tidakan penjajahan tersebut dibuatlah regulasi yang dapat menguntungkan mereka. Peraturan tersebut berpijak pada tiga hal: (1) Memposisikan perekonomian negara miskin dan berkembang sebagai pemasok bahan mentah bagi industri-industri di negara maju; (2) Menjadikan perekonomian negara miskin dan berkembang sebagai pasar produk yang dihasilkan oleh industri-industri di negara maju; dan (3) Menjadikan perekonomian negara miskin dan berkembang sebagai tempat untuk memutar kelebihan kapital bagi negara-negara maju.
Inilah pokok masalah yang disebabkan oleh neokolonialisme-imperialisme sebagai personofikasi dari penjajahan modern dewasa ini. Tentu polanya tidak sama seperti yang terjadi pada massa Perang Dunia atau di jaman Perang Dingin antara Amerika Serikat versus Uni Sovyet, selama puluhan tahun sejak dekade 1940-an. Namun terlihat jelas bentuk-bentuk penghisapan yang dialami masyarakat di berbagai belahan dunia seperti Asia, Afrika dan Amerika Latin.
Pendek kata, neokolonialisme-imperialisme adalah suatu strategi dari tahapan imperialisme yang diterapkan setelah berakhirnya perang dunia ke-II. Tahapan ini bercirikan kapitalisme monopoli yang diwadahi melalui suatu sistem internasional berbasis korporasi multinasional.