![]() |
Direktur Lembaga Profesi Ekonomi dan Keuangan PB PMII, Muhammad Aras Prabowo, S.E., M.Ak (foto: Istimewah) |
Jakarta,- Direktur Lembaga Profesi Ekonomi dan Keuangan PB PMII, Muhammad Aras Prabowo, S.E., M.Ak kembali angkat suara terkait kasus ekonomi yang cukup pelik terjadi di Indonesia. Dimana Mahasiswa Doktoral Ilmu Akuntansi UNTIRTA itu mengatakan perlu dilakukan Reformasi MCS Bagi Kemenkeu, PPATK dan Komite TPPU.
Kepada media ini Aras sapaan akrabnya mengatakan bahwa info dari pak Mahfud MD ada 491 Pegawai Kemenkeu diduga terlibat transaksi janggal Rp 349 Triliun. Fenomena tersebut menunjukkan kelemahan Management Control System (MCS) di tubuh Kemenkeu dalam sistem kerjanya.
"Soal persuratan misalnya, ada beberapa surat yang menurut paparan Mahfud tidak terlaporkan sampai dengan Sri Mulyani. Padahal isi surat tersebut adalah data-data penting terkait oknum yang diduga melakukan tindak pencucian uang. Belum lagi penindakan kasus pajak dan kepabeaan yang tidak dilaporkan secara komprehensif yang berdampak pada kekurangan bayar kepada Negara. Tindakan tersebut memiliki potensi kerugian Negara hingga ratusan trilliun," papar Aras.
Lanjut, bagi dia ini Artinya apa?. Bahwa ada sejumlah tindakan dalam Kemenkeu oleh pegawai yang tidak dijangkau oleh MCS. Ada kekosongan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang bisa merugikan Negara.
"Kekosongan SOP tersebut harus dikaji secara komprehensif, agar tidak ada lagi titik buta MCS yang diterapkan. Harus ada reformasi MCS Kemenkeu, karena memiliki tanggungjawab vital terhadap keuangan Negara," tatarnya.
Fenomena itu juga kata Aras memberikan kesadaran bahwa keteladanan pemimpin tidak cukup menjadi control atas kepatuhan bawahan. Itu karena adanya moral hazard yang muncul akibat kekosongan pengawasan.
"Moral hazard adalah perilaku tidak jujur atau karakter merusak yang ada pada individu yang memicu frekuensi dan keparahan kerugian. Selain itu, PPATK juga perlu mengevaluasi MCSnya. Harus memiliki keseriusan dalam mengawal suatu kasus yang berpotensi merugikan Negara, apalagi jika nilainya triliunan," tandasnya.
Tidak hanya menyampaikan surat dan mengonfirmasi semata, harus ada mekanisme investigasi mendalam dengan berkolaborasi bersama aparat penegak hukum. Begitu pula Komite TPPU, harus meningkatkan koordinasi dan keterbukaan data. Tidak menunggu kerugian Negara membengkak baru uring-uringan seperti saat.
"Sehingga persepsi publik menjadi liar seperti spekulasi anggota DPR RI. Harus membangun MCS cegah dini, agar tidak ada cela terhadap tindakan pencucian uang oleh siapa pun," cetusnya.
Ia bilang Jika dianalisa rentetan peristiwa, ada ketidakharmonisan data oleh masing-masing Lembaga Negara (Menkeu, Menkopolhukam dan Kepala PPAT), padahal ketiganya adalah Komite TPPU. Dalam kasus dugaan pencucian uang ini, ada MCS yang absen.
"Ada titik buta dalam kontrol pencegahan dan pemberantasan TPPU, termasuk kealpaan MCS di lingkungan Kemenkeu. Kita semua berharap ada perbaikan yang reformis atas masalah ini, khususnya dalam membangun MSC yang komprehensif," pungkasnya.
Sembari berharap juga kasus ini jangan hanya panas-panas di awal seperti sekarang tanpa penyelesaian yang tuntas. Semuanya harus diungkap seterang-terangnya dan menindak oknum beserta semua yang terkait terbukti merugikan Negara. (Red/tim)